Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PADANG
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
2/Pid.Pra/2022/PN Pdg Dian Fardi Bin Mardios Pgl Dian KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR KOTO TANGAH Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 22 Jun. 2022
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penahanan
Nomor Perkara 2/Pid.Pra/2022/PN Pdg
Tanggal Surat Rabu, 22 Jun. 2022
Nomor Surat 03/SK-E/AJ/VI/2022
Pemohon
NoNama
1Dian Fardi Bin Mardios Pgl Dian
Termohon
NoNama
1KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR KOTO TANGAH
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Yang bertandatangan di bawah ini :

 

  1. VINO OKTAVIA, S.H., M.H.;
  2. DASMY DELDA, S.H., M.H.

 

Keduanya kewarganegaraan Indonesia, Advokat pada Kantor “ARFALA JUSTITIA”, Advovates, Mediator & Legal Consultants, beralamat di Komplek Bumi Minang II Kelurahan Korong Gadang Kecamatan Kuranji Kota Padang Provinsi Sumatera Barat, Hp. 081363324098 dan Email : vinomancun@gmail.com. Berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 20Juni 2022 yang telah didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Padang Kelas IA pada hari dan tanggal didaftarkannya Permohonan Praperadilan a quo(terlampir), baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama bertindak untuk dan atas nama :

 

DIAN FARDI Bin MARDIOS Pgl DIAN, Jenis kelamin Laki-Laki, Tempat/tanggal lahir di Ujung Labung/02 Desember 1995, Umur 26 tahun, Agama Islam, Pekerjaan Wiraswasta, Suku Tanjung (Minang), Pendidikan SMK, Warganegara Indonesia, Alamat Jorong Ujung Labung Nagari Tiku Limo Jorong Kecamatan Tanjung Muatiara Kabupaten Agam, sebagai Tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana penganiayaan bersama-sama yang terjadi pada hari Minggu tanggal 12 Juni 2022 sekira Pukul 10.00 WIB bertempat di Muaro Anai Kelurahan Pasie Nan Tigo Kecamatan Koto Tangah Kota Padang sebagaimana dimaksud dalam rumusan Pasal 170 Jo351 KUHPidana berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/36/VI/2022/Reskrim, tanggal 12Juni 2022, selanjutnya disebut PEMOHON.

 

Dengan ini mengajukan Permohonan Pemeriksaan Praperadilan atas pelanggaran-pelanggaran hak asasi Pemohon, karena tidak terpenuhinya syarat formil dan materil Penetapan Tersangka, Penangkapan dan Penahanan terhadap Pemohon sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 14, Pasal 17, Pasal 21 ayat (1), Pasal 77 KUHAP, dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Jo Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017;

 

M E L A W A N,

 

Negara Republik Indonesia, Cq. Presiden Republik Indonesia, Cq. Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Cq. Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Barat, Cq. Kepala Kepolisian Resor Padang Cq. KEPALA KEPOLISIAN SEKTOR KOTO TANGAH selaku Penyidik yang beralamat di Jalan Adinegoro Lubuk Buaya Padang, Telp.480954, selanjutnya disebut TERMOHON.

 

Adapun alasan-alasan Pemohon mengajukan permohonan pemeriksaan praperadilan a quo adalah sebagai berikut :

 

  1. DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

  1. Bahwa pada hakekatnya Pranata Praperadilan yang diatur dalam Bab X Bagian Kesatu KUHAP dan Bab XII Bagian Kesatu KUHAP merupakan sarana untuk mengawasi secara horizontal terhadap penggunaan wewenang oleh aparat penegak hukum dalam hal ini penyidik. Dalam hal wewenang yang dilaksanakan secara sewenang-wenang oleh Penyidik dengan maksud atau tujuan lain di luar dari yang ditentukan secara tegas dalam KUHAP, maka pengujian atas keabsahan penggunaan wewenang tersebut dilakukan melalui Pranata Praperadilan guna menjamin perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia termasuk Pemohon;

 

  1. Bahwa sebagai sarana mengawasi secara horizontal terhadap penggunaan wewenang oleh Penyidik dalam hal ini sebagai Termohon, maka Pemohon mengajukan permohonan pemeriksaan Praperadilan dalam perkara a quo berdasarkan ketentuan Pasal 77 huruf a KUHAP tentang sah atau tidaknya Penetapan Pemohon sebagai Tersangka dan sah atau tidaknya Penangkapan dan Penahanan terhadap Pemohon sebagai objek praperadilan. Sedangkan khusus sah atau tidaknya Penetapan Tersangka telah diperluas sebagai objek praperadilan oleh Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 dengan amarnya berbunyi antara lain “Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan; Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan”;

 

  1. Bahwa oleh karenanya Pemohon telah ditetapkan sebagai Tersangka disertai dengan upaya paksa berupa Penangkapan dan Penahanan oleh Termohon, maka perlu diuji keabsahan Penetapan Tersangka, Penangkapan dan Penahanan terhadapPemohon oleh Termohon melalui Pranata Praperadilan untuk menguji tindakan-tindakan Termohon apakah sesuai dengan norma atau ketentuan dasar mengenai penyidikan sebagaimana yang termuat dalam KUHAP. Apalagi Penetapan Tersangka terhadap Pemohon adalah kunci utama terhadap tindakan Termohon selanjutnya dalam melakukan upaya paksa berupa Penangkapan dan Penahanan terhadap diri Pemohon;

 

  1. Bahwa dalam praktek peradilan Hakim telah membuat putusan berkaitan dengan Penetapan Tersangka sebagai objek praperadilan, antara lain Putusan Praperadilan Perkara Nomor04/Pid/Prap/2014/PN.Jkt.Sel tanggal 16 Februari 2015 dengan amar putusan : “Menyatakan penetapan Tersangka atas diri Pemohon yang dilakukan oleh Termohon adalah tidak sah”; “Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri Pemohon oleh Termohon”;

 

  1. Bahwa oleh karena Penetapan Tersangka telah menjadi objek praperadilan berdasarkan Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 dan telah menjadi praktik peradilan, sehingga Pemohon memiliki dasar hukum untuk mengajukan Permohonan Praperadilan a quo untuk menguji keabsahan Penetapan Tersangka terhadap Pemohon termasuk untuk menguji keabsahan Penangkapan dan Penahanan terhadp diri Pemohon berdasarkan ketentuan Pasal 77 huruf a KUHAP yang dilakukan oleh Termohon dengan dasar Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/36/VI/2022/Reskrim, tanggal 12Juni 2022 terkait tindak pidana yang disangkakan terhadap Pemohon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 Jo351 KUH Pidana.

 

  1.  
  2.  
  3.  
  4.  
  5.  
  1. ALASAN-ALASAN HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN

 

Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka oleh Termohon berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/36/VI/2022/Reskrim, tanggal 12Juni 2022yang disertai dengan upaya paksa berupa Penangkapan dan Penahanan terhadap Pemohon yang dilakukan oleh Termohon adalah dengan cara melanggar hukum sehingga Pemohon dengan ini mengajukan Permohonan Pemeriksaan Praperadilan dengan alasan-alasan hukum diuraikan sebagai berikut :

 

  1. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA OLEH TERMOHON BERDASARKAN HASIL PENYIDIKAN YANG DILAKUKAN DENGAN CARA MELAWAN HUKUM KARENA TIDAK DIDAHULUI DENGAN PROSES PENYELIDIKAN DAN TANPA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN TERHADAP PEMOHON

 

  1. TIDAK ADA PENYELIDIKAN DILAKUKAN TERMOHON

 

  1. Bahwa Termohon telah melakukan Penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : SP.Sidik/36/VI/2022/Reskrim, tanggal 12 Juni 2022 untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Namun sebaliknya Termohon sama sekali tidak ada melakukan Penyelidikan atas dugaan tindak pidana yang dilaporkan oleh Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Laporan Polisi Nomor : LP/B/45/VI/2022/SPKT/POLSEK KOTO TANGAH/POLRESTA PADANG/POLDA SUMBAR, tanggal 12 Juni 2022. Dimana Termohon langsung saja melakukan Penyidikan yang seyogyanya diwajibkan oleh hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan penyelidikan terlebih dahulu karena Pemohon sendiri bukanlah dalam perkara Tertangkap Tangan;

 

  1. Bahwa sesuai Pasal 1 angka 5 KUHAP yang sama ketentuannya dengan Pasal 1 angka 7 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana menyebutkan Penyelidikan adalah “Serangkaian tindakan penyelidikuntuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yangdiduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapatatau tidaknya dilakukan Penyidikan menurut cara yangdiatur dalam undang-undang”. Disamping itu Yahya Harahap dalam bukunya “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Penyidikan dan Penuntutan” juga menyebutkan Penyelidikan merupakan “Tindakan tahap pertama permulaan “Penyidikan” dan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah dari fungsi penyidikan. Jadi sebelum dilakukan tindakan penyidikan, terlebih dahulu harus dilakukan tindakan penyelidikan oleh pejabat penyelidik dengan maksud dan tujuan mengumpulkan “Bukti Permulaan” minimal dua alat bukti agar dapat dilakukan tindaklanjut penyidikan”;

 

  1. Bahwa berdasarkan ketentuan hukum sebagaimana uraian huruf b di atas, jelas mewajibkan harus dilakukan penyelidikan yang gunanya adalah “menentukan dapat atau tidaknya dilakukan Penyidikan (Pasal 1 angka 5 KUHAP Jo Pasal 1 angka 7 Perkap No. 6/2019)”. Sementara fakta yang dilakukan oleh Termohon langsung melakukan penyidikan dengan fakta hukum sebagai berikut :

 

Laporan Polisi Nomor : LP/B/45/VI/2022/SPKT/POLSEK KOTO TANGAH/POLRESTA PADANG/POLDA SUMBAR, tanggal 12 Juni 2022, ternyata pada hari dan tanggal yang sama langsung dilakukan Penyidikan dengan berdasarkan  Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Sidik/36/VI/2022/Reskrimtanggal 12 Juni 2022.

 

  1. Bahwa oleh karena tindakan Termohon melakukan Penyidikan tanpa didahului dengan Penyelidikan secara mutatis mutandis Penyidikan yang dilakukan Termohon adalah bertentangan dengan hukum yang berakibat pada Penetapan Tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon dalam Penyidikan adalah tidak sah karena telah bertentangan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

  1. TIDAK ADA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN TERHADAP PEMOHON SEBELUMPENETAPAN TERSANGKA

 

  1. Bahwa sebelum Pemohon ditetapkansebagai tersangka oleh Termohon, Pemohon sama sekali tidak pernah dilakukan pemeriksaan pendahuluan oleh Termohon. Dimana Termohon tidak pernah memeriksa Pemohon untuk dimintai keterangan sebagai Terlapor dan/atau Saksi sebelum Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka oleh Termohon;

 

  1. Bahwa kewajiban yangmengharuskan Pemohon diperiksa terlebih dahulu sebelum ditetapkan sebagai Tersangka oleh Termohon adalah mutlak harus dilakukan oleh Termohon. Hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor : 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, Majelis Hakim Konstitusi perkara dimaksud pada halaman 99 memberikanpertimbangan hukum yaitu :

 

“Menimbang bahwa pertimbangan Mahkamah yang menyertakan pemeriksaancalon tersangka disamping minimum alat bukti tersebut diatas, adalah untuk tujuantransparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorangditetapkan sebagai Tersangka sudah dapat memberikan keterangan yang seimbangdengan minimum dua alat bukti yang telah ditemukan oleh penyidik”;

 

  1. Bahwa oleh karena Termohon tidak melakukan tindakan sebagaimana dimaksud uraian huruf a dan b di atas sebelum Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka, maka jelas menurut hukum Penetapan Pemohon sebagai Tersangka yang dilakukan oleh Termohon adalah tidak sah karena cacat hukum dan  bertentangan dengan hukum.

 

  1. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA OLEH TERMOHON BERDASARKAN HASIL PENYIDIKAN YANG DILAKUKAN DENGAN CARA MELAWAN HUKUM KARENA PEMOHON TIDAKMENERIMA SURAT PEMBERITAHUAN DIMULAINYA PENYIDIKAN (SPDP) DARI TERMOHON

 

  1. Bahwa setelah Termohon menerima laporan dari Pelapor pada hari Minggu tanggal 12 Juni 2022 atas dugaan telah terjadinya tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama dengan Laporan Polisi Nomor : LP/B/45/VI/2022/SPKT/POLSEK/POLRESTA PADANG/POLDA SUMBARtanggal 12 Juni 2022. Pada hari dan tanggal yang sama Termohon langsungsaja mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Sidik/36/VI/2022/Reskrim tanggal 12 Juni 2022 tanpa terlebih dahulu melakukan penyelidikan dalam perkara a quo;

 

  1. Bahwa oleh karena Termohon telah langsung melakukan proses Penyidikan perkara a quo,berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Sidik/36/VI/2022/Reskrim tanggal 12 Juni 2022 maka Termohon wajib hukumnya mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Penuntut Umum, Terlapor dan korban/Pelapor dengan waktu paling lambat 7 (tujuh)hari terhitung sejak tanggal dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan oleh Termohon. Hal ini sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor : 130/PUU-XIII/2015 tanggal 17 Januari 2017. Adapun alasan MK didasarkan pada pertimbangan bahwa terhadap Pelapor yang mendapatkan SPDP maka yang bersangkutan dapat mempersiapkan bahan-bahan pembelaan dan juga dapat menunjuk penasihat hukum yang akan mendampinginya;

 

  1. Bahwa sampai dengan permohonan praperadilan ini diajukan oleh Pemohon,ternyata faktanya Pemohon tidak pernah menerima dan mendapatkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dari Termohonuntuk mempersiapkan diri dalam pembelaan sehingga tindakan Termohon telah merugikan Pemohon dan sekaligus melanggar hukum, sehingga proses penyidikan yang dilakukan oleh Termohon haruslah dinyatakan cacat formil dan melanggar hukum;

 

  1. Bahwa oleh karena Penetapan Tersangka Pemohon oleh Termohon telah dilakukan berdasarkan proses penyidikan yang dilakukan dengan cara melanggar hukum oleh Termohon, maka Penetapan Tersangkan Pemohon oleh Termohon harus dinyatakan tidak sahkarena cacatformil dan melanggar hukum dalam perkara a quo.

 

  1. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA OLEH TERMOHON TIDAK BERDASARKAN MINIMAL DUA ALAT BUKTI YANG SAH MENURUT HUKUM

 

  1. Bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 14 KUHAP yang dimaksud  Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan “bukti permulaan” patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Berdasarkan Putusan MK Nomor 21/PUU- XII/2014 tanggal 28 April 2015, maka frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup” dan “bukti yang cukup” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus dimaknai minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP. Oleh karena itu, maka norma dalam Pasal 1 angka 14 KUHAP haruslah dimaknai “tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP patut diduga sebagai pelaku tindak pidana;

 

  1. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 184 KUHAP di atas, maka dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon haruslah memenuhi syarat wajib minimal dua alat bukti yang sah. Dimana sah yang dimaksud adalah sah secara formil (prosedur/tata cara memperoleh alat bukti) dan sah secara materil (kekuatan alat bukti diperoleh menurut hukum) yang berdasarkan kepada hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh Termohon;

 

  1. Bahwa syarat wajib mininal dua alat bukti yang sah secara formil berdasarkan hasil penyidikan yang dilakukan oleh Termohon ternyata cacat formil, karena Termohon tidak melakukannya berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Melainkan dalam memperoleh minimal dua alat bukti yang sah untuk menentukan dan merumuskan tindak pidana yang disangkakan kepada Pemohon yang secara faktual telah dilakukan dengan cara melawan hukum;

 

  1. Bahwa sedangkan syarat wajib mininal dua alat yang sah secara materil berdasarkan hasil penyidikan yang dilakukan oleh Termohon, ternyata hanya didasarkan pada keterangan Saksi Pelapor atas nama Muhammad Fauzi Pgl Adek dengan fakta-fakta sebagai berikut :

 

  • Bahwa Penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon ternyata hanyalah didasarkan atas keterangan Saksi Pelapor atas nama Muhammad Fauzi Pgl Adek yang pada pokoknya telah mengatakan Pemohon melakukan penganiayaan secara bersama-sama terhadap diri Pelapor. Padahal keterangan saksi Pelapor tersebut sama sekali belum dapat dijadikan alat bukti yang sah untuk menetapkan Pemohon langsung sebagai Tersangka, karena hanya baru sebatas klaim sepihak dari Pelapor tanpa didukung dengan bukti lain;

 

  • Bahwa agar adanya keseimbangan informasi dari laporan yang disampaikan oleh Pelapor kepada Termohon, harusnya menurut hukum Termohon melakukan tindakan pemeriksaan pendahuluan terlebih dahulu terhadap Pemohon agar Pemohon memperoleh hak yang sama dimata hukum untuk memberikan keterangan mengenai kebenaran dari perkara yang dilaporkan oleh Pelapor. Namun faktanya Pemohon langsung diperiksa oleh Termohon sebagai Tersangkapada hari Selasa tanggal 14 Juni 2022 Pukul 00.30 WIB tanpa adanya permintaan keterangan kepada Pemohon terlebih dahulu sebagai saksi atau calon tersangka. Akibatnya Pemohon tidak ada peluang untuk membela diri dan memberikan keterangan yang berimbang atas keterangan Pelapor atas nama Muhammad Fauzi Pgl Adek dalam perkara a quo.

 

  1. Bahwa berdasarkan alasan-alasan dan pertimbangan hukum tersebut di atas, Penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon sebagaimana hasil Penyidikan Termohon dengan disangkakan Pemohon telah melakukan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 170 Jo 351 KUHPidana adalah tidak sahpenetapan tersangka dimaksud. Sebab berdasarkan fakta hukum yang Pemohon uraikan di atas sangkaan tersebut jelas tidak memenuhi syarat wajib minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana dimaksudPasal 184 KUHAP sehingga oleh karenanya Penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon haruslah dinyatakan tidak sah secara formil maupun materil dalam perkara a quo.

 

  1. PENANGKAPAN DAN PENAHANAN PEMOHON OLEH TERMOHON TIDAK MEMENUHI SYARAT FORMIL MAUPUNMATERIL (CACAT FORMIL DAN MATERIL)

 

Bahwa upaya paksa berupa penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh Termohon terhadap Pemohon adalah cacat formil dan materil karena pelaksanaan penangkapan dan penahanan terhadap Pemohon oleh Termohon tidak dilakukan menurut cara yang diatur dalam KUHAP serta melanggar Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana dengan fakta-fakta sebagai berikut :

 

  1. Cacat FormilPenangkapan PemohonOleh Termohon KarenaPemohon Tidak Pernah Dilakukan Penangkapan oleh Termohon Di Wilayah Hukum Polsek Tanjung Mutiara

 

  1. Pada hari Senin tanggal 13 Juni 2022 sekitar Pukul 18.00 WIb Pemohon datang dan bertemu dengan Personil Polsek Koto Tangah di Polsek Tanjung Muatiara Kabupaten Agam. Sekitar Pukul 18.10 WIB Pemohon diajak dan diminta bantu oleh Personil Polsek Koto Tangah untuk menemukan tersangka yang diduga melakukan penganiayaan terhadap Pelapor dengan berangkat ke rumah tersangka JELDI tetapi tidak ditemukan. Sekitar Pukul 18.50 WIB berangkat ke rumah Tersangka Basir Pgl Bacin di Santok Pariaman dan makan di LO Lambuang Kurai Taji sekitar Pukul 20.30 WIB. Kemudian sekitar Pukul 20.58 WIB Pemohon diminta menelpon tersangka YOGA dan berjanji untuk bertemu sehingga tertangkaplah tersangka YOGA oleh Personil Polsek Koto Tangah sekira Pukul 21.15 WIB;

 

  1. Bahwa selanjutnya Pemohon bersama dengan Personil Polsek Koto Tangah melanjutkan perjalanan ke Polsek Koto Tangah dan sampai di Polsek Koto Tangah sekitar Pukul 22.30 WIB. Kemudian Pemohon dibawa untuk mencari tersangka IWAN tetapi tidak ditemukan dan kembali ke Polsek Koto Tangah  sehingga sampai di Polsek Koto Tangah sekitar Pukul 00.10 WIB sudah pada hari Selasa pada tanggal 14 Juni 2022;

 

  1. Bahwa sekitar Pukul 00.30 WIB pada hari Selasa tanggal 14 Juni 2022 tiba-tiba Pemohonlangsungdilakukan Pemeriksaan sebagai Tersangka tanpa didahului dengan pemeriksaan Pemohon sebagai saksi atau calon tersangka sampai Pukul 03.35 WIB. Setelah selesai dilakukan pemeriksaan terhadap Pemohonan tiba-tiba saja Pemohon dimintamenandatangani Surat Perintah Penangkapan Nomor : Sp.Kap/44/VI/2022/Reskrim tanggal 13 Juni 2022 sekitar Pukul 03.45 WIB. Kemudian sekitar Pukul 03.50 WIB Pemohon langsung dimasukan ke dalam sel tahananan oleh Termohon tanpa ada menandatangani Surat Perintah Penahanan;

 

  1. Bahwa tindakan Termohon sebagaimana dimaksud di atas yang katanya telah melakukan penangkapan terhadap Pemohon dimana pelaksanaannya tidak dilakukan menurut cara yang diatur dalam KUHAP dan tindakan Termohon juga telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf  a Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyatakan “setiap petugas/anggota polri dilarang melakukan a. penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasarkan hukum”;

 

  1. Bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 18 ayat (2) Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana menyatakan “Penyidik atau penyidik pembantu yang melakukan penangkapan wajib dilengkapi dengan Surat Perintah Penangkapan dan Surat Perintah Tugas” dan juga diatur dalamPeraturan Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana. Pada angka 3 urutan tindakan huruf a angka 4 menyatakan “hal-hal yang wajib dilakukan oleh penyidik dalam melakukan penangkapan pada huruf a). menjelaskan dan menunjukan surat perintah tugas dan memberikan surat perintah penangkapan yang sah serta alasan penangkapan kepada tersangka”, selanjutnya pada huruf g.”kepada pihak keluarga tersangka atau kuasa hukumnya diberikan tembusan surat perintah penangkapan dan membubuhkan tanda terimanya”;

 

  1. Berdasarkan fakta-fakta dan alasan-alasan di atas, maka tindakan Termohon yang katanya telah melakukan penangkapan terhadap Pemohon telah dapat dinyatakan cacat formil dan telah melanggar hak asasi Pemohon dalam perkara a quo;

 

  1. Cacat Formil Penahanan Pemohon Oleh Termohon Karena Penahanan Pemohon tanpaSurat Perintah Penahanan

 

  1. Bahwa Penahanan Pemohon oleh Termohon dilakukan secara tiba-tiba setelah Pemohonselesai diperiksa sebagai Tersangka sekitar Pukul 03.50 WIB pada hari Selasa tanggal 14 Juni2022 tanpa adanya menandatangani Surat Perintah Penahanan karena yangPemohon tandatangani sekitar Pukul 03.45 WIB pada hari Selasa tanggal 14 Juni 2022 hanyaSurat Perintah Penangkapan terhadap Pemohon yang diberikan oleh Termohon. Sedangkan faktanya Surat Perintah Penahananbaru diberikan oleh Termohon kepada Pemohon untuk ditandatangani  sekitar Pukul 19.30 WIB pada hari Selasa tanggal 14 Juni 2022 danditerima oleh keluarga Pemohon yaitu Surat Perintah Penahanan Nomor : Sp.Han/32/VI/2022/Reskrim tanggal 14 Juni 2022;

 

  1. Bahwa sedangkan dalam Berita Acara Penahanan yang dibuat oleh Termohon dan diminta untuk ditanda tangani oleh Pemohon menyatakan Penahanan terhadap Pemohon telah dilakukan pada hari Selasa tanggal 14 Juni 2022 Pukul 23.00 WIB sehingga dengan demikian Penahanan terhadap Permohon yang telah dilakukan oleh Termohon pada hari Selasa tanggal 14 Juni 2022 dari Pukul 03.50 WIB sampai dengan Pukul 23.00 WIB adalah tidak sah, sewenang-wenang dan melanggar hukum;

 

  1. Bahwa selain fakta di atas Penahanan Pemohon oleh Termohon pada hari Rabu tanggal 14 Juni 2022 Pukul 03.50 WIB juga mengandung cacat formil, karena Penahanan Pemohon dilakukanoleh Termohon tanpamelalui mekanisme gelar perkara. Padahal hal ini telah diatur dalamPasal 32ayat (1) Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana yang menyatakanGelar perkara biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a dilaksanakan untuk:
    1. menentukan tindak pidana atau bukan;
    2. menetapkan tersangka;
    3. penghentian penyidikan;
    4. pelimpahan perkara dan;
    5. pemecahan kendala penyidikan.

 

  1. Bahwa berdasarkan faktanya di atas selain Penahanan terhadap Pemohon yang dilakukan pada Pukul 03.50 WIB hari Selasa tanggal 14 Juni 2022 tidak dilengkapi dengan Surat Perintah Penahanan juga tidak pernah ada dilakukan gelar perkara sebelum Penahanan dilakukan terhadap Pemohon. Oleh karenanya maka jelas tindakan Penahanan Pemohon oleh Termohon adalah tidak sahatau cacat formil menurut hukum dan sewenang-wenang.

 

  1. Cacat Materil Penangkapan dan Penahanan Pemohon

 

  1. Bahwa Penangkapan dan Penahanan Pemohon selain tidak memenuhi syarat formil ternyata juga tidak memenuhi syarat materil karena berdasarkan Pasal 17 KUHAP menyatakan “Perintah penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup”.Selanjutnya dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP menyatakan “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seseorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup”. Mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU- XII/2014 tanggal 28 April 2015, maka frasa “Bukti Permulaan Yang Cukup” dan “Bukti Yang Cukup” sebagaimana dimaksud Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP haruslah dimaknai minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud Pasal 184 ayat (1) KUHAP;

 

  1. Bahwa Penangkapan dan Penahanan Pemohon oleh Termohon tidak berdasarkan minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud Pasal 184 ayat (1) KUHP yang diperoleh berdasarkan hasil penyidikan dan ditentukan melalui mekanisme gelar perkara karena faktanya hanya didasarkan atas keterangan dari saksi Pelapor sendiri atas Muhammad Fauzi Pgl Adek;

 

  1. Bahwa berdasarkan alasan-alasan dan fakta-fakta hukum di atas, maka telah terbukti Termohon tidak memiliki bukti yang cukup sebagai dasar melakukan penangkapan dan penahanan terhadap Pemohon, sehingga tindakan Termohon telah dapat dinyatakan sebagai tindakan yang telah melanggar ketentuan Pasal 17 dan 21 ayat (1) KUHAP. Sehingga upaya paksa berupa penangkapan dan penahanan yangdilakukan oleh Termohon terhadap Pemohon haruslah dinyatakan tidak sah, karena  tidak memenuhi syarat formil dan materil dengan adanya bukti yang cukup minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP sebagai dasar oleh Termohon untuk melakukan penangkapan dan penahanan terhadap Pemohon. Oleh karenanyatindakan Termohon yang telah melakukan penangkapan dan penahanan terhadap Pemohon telah dapat kategorikan sebagai tindakan sewenang-wenang dan tidak sah menurut hukum, karena tindakan penangkapan dan penahanan terhadap Pemohon yang telah oleh Termohon adalah cacat hukum.

 

Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka mohon kiranya Hakim Tunggal Praperadilan yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk memberikan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

 

  1. Menerima dan mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya.

 

  1. Menyatakan Tidak Sah dan Tidak Mengikat secara hukum Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Sidik/36/VI/2022/Reskrim tanggal 12Juni 2022;

 

  1. Menyatakan Tidak Sah Penetapan Tersangka Pemohon atas nama DIAN FARDI Bin MARDIOS Pgl DIAN oleh Termohon yang didasarkan atas Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sp.Sidik/36/VI/2022/Reskrim tanggal 12 Juni 2022;

 

  1. Menyatakan Tidak Sah Penangkapan Pemohon atas nama DIAN FARDI Bin MARDIOS Pgl DIAN berdasarkan Surat Nomor :Sp.Kap/44/VI/2022/Reskrim tanggal 13 Juni 2022;

 

  1. Menyatakan Tidak Sah Penahanan Pemohon atas nama DIAN FARDI Bin MARDIOS Pgl DIAN berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor : Sp.Han/32/VI/2022/Reskrim tanggal 14 Juni 2022;

 

  1. Menyatakan tidak sah segala keputusan dan/atau penetapan yang dikeluarkan oleh Termohon terhadap Pemohon;

 

  1. Menghukum Termohon untuk segera mengeluarkan Pemohon dari Tahanan;

 

  1. Memerintahkan Termohon untuk memulihkan harkat dan martabat Pemohon serta merehabilitasi nama baik Pemohon sekurang-kurangnya pada 2(dua) media televisi lokal dan 3 (tigamedia cetak lokal di Provinsi Sumatera Barat;

 

  1. Membebankan semua biaya perkara ini kepada Termohon.
Pihak Dipublikasikan Ya